Universitas Ciputra Surabaya — Di era digital yang semakin berkembang, game menjadi bagian dari keseharian mahasiswa. Game bisa menjadi hiburan yang menyenangkan, sarana belajar, bahkan peluang karier di industri kreatif. Namun, penggunaan game yang berlebihan apalagi sampai kecanduan justru dapat berdampak negatif, mulai dari terganggunya kesehatan, menurunnya produktivitas akademik, hingga gangguan dalam hubungan sosial. Dalam semangat Society 5.0—di mana manusia dan teknologi seharusnya saling melengkapi—mahasiswa perlu mengembangkan literasi digital dan mampu mengelola kebiasaan bermain game secara sehat dan bertanggung jawab.
Kecanduan Game: Masalah Nyata di Kalangan Gen Z
Survei menunjukkan bahwa 43% Gen Z bermain game setiap hari. Tidak sedikit di antaranya yang mengalami kesulitan dalam mengatur waktu, seperti telat makan, kurang tidur, hingga kehilangan fokus saat belajar atau bekerja. Dalam beberapa kasus, game menjadi pelarian dari masalah pribadi, tekanan akademik, atau hubungan sosial yang tidak sehat.
Lebih dari sekadar kebiasaan, kecanduan game dapat mengganggu aktivitas harian dan merusak kualitas hidup mahasiswa.
Penyebab Kecanduan Game
Berikut beberapa faktor utama yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kecanduan game:
-
Sistem Reward dalam Game
Game dirancang dengan sistem penghargaan seperti poin, karakter baru, atau level tambahan yang memicu rasa senang. Sistem ini memotivasi pemain untuk terus bermain demi mendapatkan kepuasan instan. -
Pelarian dari Tekanan Emosional
Game sering dijadikan tempat pelarian dari masalah pribadi, tekanan kuliah, atau relasi sosial yang tidak sehat. Lama-kelamaan, game menjadi satu-satunya sumber kenyamanan, menggantikan aktivitas positif lainnya. -
Pelepasan Hormon Dopamin
Saat bermain game, otak melepaskan dopamin—hormon yang menciptakan perasaan senang. Jika dilakukan terus-menerus, otak bisa kehilangan sensitivitas terhadap kebahagiaan dari aktivitas lain seperti belajar, bersosialisasi, atau berkarya. -
Tipe Kepribadian Tertentu
Individu dengan ciri-ciri berikut cenderung lebih rentan mengalami kecanduan game:-
Agreeableness rendah: kompetitif, blak-blakan, suka konflik.
-
Conscientiousness rendah: kurang disiplin, suka menunda, tidak terorganisir.
-
Extraversion rendah: cenderung tertutup, kurang aktif dalam interaksi sosial.
-
-
Kurangnya Pengawasan Sejak Dini
Mahasiswa yang sejak kecil terbiasa menggunakan gawai tanpa bimbingan orang tua, cenderung kurang memiliki kontrol diri dalam penggunaan teknologi, termasuk bermain game. -
Hubungan yang Kurang Sehat dengan Orang Tua
Ketika tidak ada kedekatan emosional dengan keluarga, seseorang bisa merasa kesepian dan mencari pelarian lewat game. Parahnya, ini bisa terjadi jika orang tua justru memberikan gawai untuk “menghibur” tanpa mendampingi.
Dampak Kesehatan Akibat Kecanduan Game
Kecanduan game dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan, seperti:
-
Fisik: gangguan penglihatan, nyeri punggung, kelelahan, dan risiko obesitas.
-
Psikologis: cemas, mudah marah, sulit konsentrasi, dan terganggunya kestabilan emosi.
-
Sosial dan Akademik: menarik diri dari lingkungan, sulit membagi waktu, dan menurunnya performa akademik.
Cara Mengatasi dan Mencegah Kecanduan
Mahasiswa dapat mulai dengan langkah-langkah berikut:
-
Tetapkan waktu bermain yang jelas dan disiplin dalam menjalankannya.
-
Jauhkan gawai atau konsol dari tempat belajar dan tidur.
-
Isi waktu luang dengan aktivitas produktif seperti olahraga, organisasi kampus, atau menekuni hobi.
-
Libatkan teman atau keluarga untuk membantu mengingatkan jika mulai kelewatan waktu bermain.
-
Jika merasa kesulitan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog kampus atau layanan konseling.
Sebagai generasi intelektual di era 5.0, mahasiswa tidak hanya harus cakap teknologi, tetapi juga harus cerdas dalam mengatur waktu dan prioritas. Game adalah bagian dari kehidupan digital yang menyenangkan, tetapi perlu dikendalikan. Bermainlah secukupnya, dan gunakan teknologi untuk mengembangkan potensi, bukan menjauhkan diri dari kenyataan. Mari jadi generasi digital yang sehat, seimbang, dan bertanggung jawab.
No responses yet